Sementara itu di pinggir pantai sudah ada nelayan yang bersiap untuk memancing ikan. Aku tetap duduk melihat semua kegiatan yang ada di depanku. Nelayan itu akhirnya berlayar dan pikiranku pun mulai melayang.
Apa jadinya jika nelayan itu terombang ambing di tengah laut karena badai yang menyerang mereka. Apa jadinya jika keluarga mereka yang menunggu di rumah tidak lagi bertemu dengan sang kepala keluarga pencari nafkah. Apa jadinya jika aku yang berada di posisi tersebut?
Khawatir setiap hari, berdoa lebih dari biasanya setiap hari dan menunggu waktu lebih lama dari biasanya. Semua terasa tergandakan. Aku tahu aku tidak akan sanggup, tapi aku pun tahu bahwa aku bisa melewati badai dalam hidupku.
Aku kini berpikir mengenai badai yang menimpaku. Aku harus menerima kenyataan bahwa aku tidak bisa melanjutkan sekolahku karena biaya yang tidak mencukupi. Aku harus rela bekerja banting tulang untuk menghidupi keluargaku, dan tidak lama dari semua itu aku harus kehilangan seseorang yang paling berharga untukku.
Aku selalu memanggilnya Ayah. Badaiku sedang sangat besar. Sampai aku tak sanggup untuk melangkah, setiap hari aku hanya duduk diam di tepi pantai seperti saat ini.
Sebenarnya aku sangat lelah. Menghadapi ini seorang diri. Melawan badai besar ini bukan suatu yang mudah. Yang ada aku terbawa oleh badai tanpa bisa melawan sedikitpun dan satu-satunya cara untukku melawannya adalah seperti gelombang tadi. Mengikuti kemana badai membawa ku dan di sini, di tepi pantai ini aku tuliskan semua kisah kelamku. Saatnya nanti akan aku ceritakan bagaimana kelanjutannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar